STRATEGI
PEMBELAJARAN
(BERORIENTASI
PADA STANDAR PROSES)
Sugeng Sudarsono
Sugeng Sudarsono
A.PENDAHULUAN
Salah satu
masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran , anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
berpikir. Proses pembelajaran dikelas masih banyak kita arahkan kepada kemampuan
anak untuk menghapal informasi ; otak anak dipaksa untuk mengingat, menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingat untuk
menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata
pelajaran science belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan
sistematis, karena strategi pembelajaran berpikir tidak digunakan secara baik
dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Mata pelajaran agama, belum
dapat mengembangkan nilai sikap yang sesuai dengan norma norma agama, karena
proses pembelajaran hanya diarahkan agar anak bisa menguasai dan menghafal
materi pelajaran. Mata pelajaran bahasa belum diarahkan untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi , karena yang dipelajari lebih banyak bahasa sebagai
ilmu bukan sebagai alat komunikasi.
Standar proses pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengn pelaksanaan pembelajaran dalam satu satuan
pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PP no. 19 tahun 2005 Bab
I pasal 1 ayat 6 ), dari pengertian tersebut ada beberapa hal yang perlu
digaris bawahi : pertama, standar proses adalah standar nasional
pendidikan. Kedua , standar proses
pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran dan ketiga, standar proses
pendidikan diarahkan untuk mencapai standar kopetensi kelulusan.
Penetapan standar proses pendidikan merupakan
kebijakan yang sangat penting dan strategi untuk pemerataan dan peningkatan kualitas
pendidikan. Melalui standar proses pendidikan setiap guru atau pengelola
madrasah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung
Strategi pencapaian proses pendidikan melalui
peningkatan dan perbaikan dilihat dari sudut guru meliputi peningkatan
kemampuan profesional guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses
pembelajaran. Peningkatan kemampuan profesional guru meliputi : guru sebagai
jabatan profesional, mengajar sebagi pekerjaan profesional, kompetensi
profesional guru (Kompetensi pribadi, kompetensi profesional, kompetensi sosial
kemasyarakatan ). Peran guru dalam proses
pembelajaran meliputi : guru sebagai sumber beljar, guru sabagai
fasilitator, guru sebagai pengelola, guru sebagai demontrator, guru sebagai
pembimbing, guru sebagai motivator ( memperjelas tujuan yang ingin dicapai,
membangkitkan minat siswa, ciptakan suasana yang menyenangkan, beri pujian yang
wajar terhadap keberhasilan siswa, berikan penilaian, berilah komentar terhadap
hasil pekerjaan siswa , ciptakan persaingan dan kerjasama), guru sebagai
evaluator.
B. PENGERTIAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Strategi adalah langkah-langkah atau prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan pembelajaran (Yatim, 2002). Atau dapat dikatakan pula bahwa strategi
pembelajaran adalah bentuk/pola umum kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan (Depag, 2004:31)
C. PENENTUAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Variabel metode pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Strategi
pengorganisasian isi pembelajaran, yaitu cara untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk
pembelajaran.
2. Strategi penyampaian
pembelajaran adalah cara untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau
untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa.
3. Strategi pengelolaan
pembelajaran adalah cara untuk menata interaksi antara siswa dengan variabel
strategi pengorganisasian isi pembelajaran dan atau bahan ajar serta strategi
penyampaian isi pembelajaran dan atau pengajar (Muhaimin dkk.,1996).
Ketiga variabel diatas menjawab pertanyaan di
seputar pembelajaran: Apakah cara terbaik untuk menata isi pembelajaran?
Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan bahan pelajaran itu kepada
siswa secara efektif dan efisien? Bagaimana agar setiap bahan pembelajaran dapat
dipahami sebagai suatu sistem yang utuh, menemukan saling keterkaitan dengan
bahan lainnya? Bagaimana cara agar siswa dapat memahami keterkaitan bahan
pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari hari?
D. STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM KEGIATAN
PEMBELAJARAN
Variabel metode pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Strategi
pengorganisasian isi pembelajaran, yaitu cara untuk mengorganisasikan isi
bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran.
2. Strategi penyampaian
pembelajaran adalah cara untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau
untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa.
3. Strategi pengelolaan
pembelajaran adalah cara untuk menata interaksi antara siswa dengan variabel
strategi pengorganisasian isi pembelajaran dan atau bahan ajar serta strategi
penyampaian isi pembelajaran dan atau pengajar (Muhaimin dkk.,1996).
Ketiga variabel diatas menjawab pertanyaan di
seputar pembelajaran: Apakah cara terbaik untuk menata isi pembelajaran?
Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan bahan pelajaran itu kepada
siswa secara efektif dan efisien? Bagaimana agar setiap bahan pembelajaran
dapat dipahami sebagai suatu sistem yang utuh, menemukan saling keterkaitan
dengan bahan lainnya? Bagaimana cara agar siswa dapat memahami keterkaitan
bahan pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari hari?
E. PRINSIP BELAJAR MENGAJAR
Prinsip belajar mengajar yang dipertimbangkan dalam pengembangan KBM
adalah:
1) Berpusat pada siswa;
2) Belajar dengan melakukan;
3) Mengembangkan kemampuan sosial;
4) Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan;
5) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah;
6) Mengembangkan kreatifitas siswa;
7) Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan
teknologi;
8) Menumbuhkan kesadaran siswa sebagai warga
negara yang baik;
9)
Belajar sepanjang hayat;
dan perpaduan kompetensi,
kerjasama, dan solidaritas
(Puskur, 2002)
Menurut John Holt (1967), belajar semakin baik jika siswa diminta untuk melakukan
hal-hal berikut :
1.
Mengungkapkan informasi dengan bahasa mereka sendiri;
2. Memberikan contoh-contoh;
3. Mengenalnya dalam berbagai samaran dan
kondisi;
4. Melihat hubungan antara satu. fakta atau
gagasan dengan yang lain;
5. Menggunakannya dengan berbagai cara;
6. Memperkirakan beberapa konsekuensinya;
7. Mengungkapkan lawan atau kebalikannya
F. STRATEGI
PEMBELAJARAN LANGSUNG / DIRECT INSTRUCTION ( SPL )
Strategi
pembelajaran langsung ( SPL ) adalah strategi pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok
siswa dengan maksud agar siswa mampu
menguasai materi pelajaran secara optimal . Dalam strategi pembelajaran lngsung
sisw a tidak dituntut menemukan materi . materi pelajaran seakan-akan sudah
jadi . Strategi pembelajaran ini lebih
menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi
” chalk and talk”
Karakteristik SPL ;
1. SPL dilaksanakan secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam
melakukan SPL, oleh karena itu orang sering mengidentikkan dengan metode
ceramah ( ekspositori )
2. Biasanya materi yang
diajarkan adalah materi yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep
tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menentut siswa untuk berpikir ulang.
3. Tujuan utama
pembelajaran adalah penguasaan materi itu sendiri, artinya setelah proses
pembeljaran berakhir siswa diharapkan dapat memahami dengan benar dengan cara
dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
SPL merupakan bentuk dari pembelajaran yang
berorientasi pada guru ( teacher Centered approach ) dikatakan demikian karena
dalam SPL guru memegang peranan yang sangat dominan.
SPL akan efektif manakala :
1. Guru akan
menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitanya dengan yang akan dan harus
dipelajari siswa ( overviw )
2. Apabila guru
menginginkan agar siwa mempunyai gaya model intelektual tertentu
3. Jika bahan pelajaran
yang diajarkan cocok untuk dipresetasikan dipandang dari sifat dan jenis materi
4. Jika ingin
membangkitkan rasa keingintahuan siswa tentang topik tertentu ( materi
pancingan )
5. Guru ingin mendemostrasikan
suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik
6. Siswa memiliki
tingkat kesulitan yang sama
7. Lingkungan tidak
mendukung untuk kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
8. Guru tidak memiliki
waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
Prisip penggunaan SPL :
1. Berorientasi pada
tujuan
2. Prinsip komunikasi
3. prinsip kesiapan
4. prinsip berkelanjutan
Prosedur pelaksanaan SPL
1. Rumuskan tujuan yang
ingin dicapai
2. Kuasai materi
pelajaran dengan baik
3. Kenali medan dan
berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses penyampaian
Langkah – langkah dalam penerapan SPL :
1. Persiapan (
preparation )
2. penyajian (
presentation )
3. menghubungkan (
correlation )
4. menyimpulkan (
generalization )
5. menerapkan (
aplication )
Keunggulan SPL :
1. Dengan SPL guru dapat
mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran
2. SPL dianggap efektif
apaila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara waktu
yang dimiliki untuk belajar terbatas
3. Melalui SPL selain
siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran,
sekaligus siswa dapat melihat atau mengobservasi ( melalui pelaksanaan
demonstrasi )
4. Keuntungan lain dalah
SPL bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
Kelemahan SPL :
1. SPL hanya mungkin
dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak
secara aik.
2. SPL tiak dapat
elayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat
dan bakat, serta perbedaan gaya belajar
3. Sulit mengembangkan
kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
4. Keberhasilan SPL
sangat tergantung pada apa yang dimiliki oleh guru
5. Strategi pembeljaran
lebih banyak terjadi satu arah ( one way comunication )
G. STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH / PROBLEM BASED
INTRUCTION ( SPBM )
Ditinjau dari aspek psikologi belajar dengan SPBM
berdasarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari asumsi bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan
semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi
secara sadar antara individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit
demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh. Artinya, perkembangan siswa
tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor melalui penghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.
Dilihat dari aspek filosofis tentang fungsi
sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersiapkan siswa agar dapat hidup di
masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat penting
untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataan setiap manusia akan
selalu dihadapkan kepada masalah. SPBM
diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi
Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan
, maka SPBM merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan
untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari bahwa kemampuan siswa
menyelesaikan masalah selama ini kurang mendapat perhatian kita. Akibatnya
manakala siswa menghadapi masalah , walaupun masalah itu tampak sepele, banyak
siswa yang tidak dapat menyelesaikan dengan baik. Tidak sedikit siswa mengambil
jalan pintas, misal mengonsumsi obat terlarang, atau bahkan bunuh diri.
Tiga ciri utama SPBM :
1. SPBM merupakan
rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah
kegiatan yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak mengharapkan siswa hanya
sekedar mendenar, mencatat, kemdian menghafal materi pelajara akan tetapi
melalui SPBM siswa aktif berpikir, berkmunikasi, mencari dan megolah data, dan
akhirnya menyimpulkan.
2. Aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk mnyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah
sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran
3. Pemeahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deuktif dan induktif. Proses
berpikir dilakukan secara sistematis dan empiris.
Strategi pembelajaran berbasis masalah
dapat diterapkan :
1. Guru menginginkan
siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi, akan tetapi menguasai dan
memahami secara penuh.
2. Guru bermaksud
mengembangkan ketrampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan anlisa, dan
menerapkan ilmu pengetahuan
3. Guru menginginkan
kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual
siswa.
4. Guru ingin mendorong
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar
5. Guru ingin agar siswa
memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam
kehidupannya (hubungan antara teori dengan kehidupan nyata ( kontekstual))
Hakikat maslh dalam SPBM adalah adanya gap atau
kesenjangan antara situasi nyata dengan kondisi yang diharapkan , atau antara
kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapka. Keresahan tersebut dapat
dirasakan dengan adanya keresahan, keluhan, kerisauan atau kecemasan. Oleh
karena itu, materi atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber
dari buku saja, tetapi juga dapa bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu
sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam
SPBM :
1. Bahan pelajaran harus
mengandung isu-isu yang mengandung konflik ( conflict issue ) yang bisa
bersumber dari berita, rekaman video dan yang lainnya
2. Bahan yang dipilih
adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa
3. Bahan yang dipilih
merupakan bahan yang berhubungan dengan epentingan orang banyak ( universal ),
sehingga terasa manfaatnya
4. Bahan yang dipilih
merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dikmiliki oleh
siswa sesuai dengan kurikulu yang berlaku
5. bahan yang dipilih
sesuai dengan minat siswa , sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajari.
John Dewey menjelaskan 6 langkah SPBM :
1. Merumskan masalah
2. Menganalisis masalah
3. Merumskan hipotesis
4. mengumpulkan data
5. pengujian hipotesis
6. merumuskan rekmendasi
pemecahan masalah
Sedangkan menurut Davi Johnson & Jonson
mengemukakan 5 lankah SPBM melaui kegiatan kelomok
1. Mendefinisikan
masalah
2. Mendiagnosis masalah
3. Merumuskan alternatif
strategi
4. Menentukan dan
menepkan strategi pilihan
5. Melakukan evaluasi
Dari dua pendapat diatas dapat kita rumuskan bahwa secara umum langkah-langkah SPBM adalah
:
1. Menyadari masalah
2. Merumuskan masalah
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengumpulkan data
5. Menguji hipotesis
6. Menentukan pilihan penyelesaian.
Keungglan SPBM
1. Pemecahan maalah
merupakan teknk yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran
2. Pemecahn masalah
dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru
siswa
3. Pemecahan masalah
dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
4. Pemecahan masalah
dapat membantu siswa bagaimana menstranfer pengetahuan mereka untuk memahami
masalah dalam kehidupan nyata
5. Pemecahan masalah
dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Pemecahan masalah
bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (
matematika, IPA, Sejarah dan lain sebagainya ) , pada dasarnya merupakan cara
berikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa
7. Pemecahan masalah
dinggap lebih menyenangkan dan disukai siswa
8. Pemecahan masalah
dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan
kemampuan siswa untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru
9. Pemecahan masalah
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
mereka miliki dalam dunia nyata
10. Pemecahan masalah
dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun
belajar pada pendidikan formal berakhir.
Kelemahan SPBM
1. Manakala siwa tidak
memiliki mnat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari
sulit ntuk dipecahkan maka mereka akn enggan untuk mencoba
2. Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu
dan persiapan
3. Tanpa pemahaman
mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalahyang sedang dipelajari, maka
siswa tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari
H. STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
/ COOPERATIF LEARNING
Belajar kooperatif (cooperative learning) sebenarnya bukan suatu bentuk pembelajaran
yang baru. Para ahli psikologi sosial
telah mengem-bangkan pola kerja kooperatif pada sekitar tahun 1920. Sedangkan pene-kanan pola kerja kooperatif
yang diaplikasikan pada pembelajaran di dalam kelas dimulai sekitar tahun
1970.
Terdapat 9 macam metode belajar kooperatif
yang berhasil dikem-bangkan para peneliti pendidikan. Lima
diantaranya dikembangkan oleh Johns
Hopkins University yaitu,
·
STAD (Student Teams-Achievement Divisions). Penjelasannya akan diuraikan kemudian.
·
TGT (Teams-Games-Tournament).
Bentuk pembelajaran kooperatif dimana setelah peserta didik belajar dan
berlatih dalam kelompok, masing-masing anggota kelompok akan mengadakan tournament/lomba dengan anggota kelompok
lain sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Penilaian kelompok didasarkan
pada poin nilai yang didapat selama lomba.
·
TAI (Team
Accelerated Instruction). Bentuk
belajar kooperatif yang mengkombinasikan belajar kooperatif dengan belajar
individu-al. Tiap-tiap kelompok akan
diberi soal bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dahulu,
setelah itu mengecek hasil kerjanya dengan anggota lain. Jika soal tahap tadi dapat disele-saikan
dengan benar, maka anggota tersebut dapat menyelesaikan soal tahap
berikutnya. Tetapi jika anggota tersebut
masih mengala-mi kekeliruan, maka dia harus kembali menyelesaikan soal lainnya
dengan tingkat kesulitan yang sama dengan tahap sebelumnya. Jadi dalam
paket soal disusun berdasarkan tingkat kesulitannya.
·
CIRC (Cooperative reading & Composition). Sejenis dengan TAI, hanya lebih
menekankan pada pengajaran membaca.
·
JIGSAW II. Belajar kooperatif bentuk ini adalah
menempatkan anggota kelompok pada tugas yang berbeda-beda walaupun pada tema
tugas yang sama. Walau mereka belajar
sebagian, akan tetapi pada saat tes materi yang diujikan tetap menyeluruh
sehing-ga mereka perlu mensosialisasikan hasil kerja atau temuannya dengan
anggota lainnya.
Empat metode belajar kooperatif lainnya dikembangkan
oleh berbagai universitas dunia., yaitu
·
Group Investigation, dikembangkan di University of Tel Aviv yaitu bentuk belajar kooperatif dimana semua
anggotanya dituntut untuk merencanakan apa yang akan diteliti, dan bersama-sama
kelompok membuat rencana pemecahannya.
·
Learning Together dikembangkan di University of Minnesota. Dalam metode ini, peserta didik bekerja dalam
kelompok 4 atau 5 orang yang beragam kemampuannya, dan bersama-sama
menyelesaikan tugas. Satu kelompok hanya
menyerahkan satu pekerjaan kelompok saja.
Penjelasan berikutnya akan disajikan kemudian.
·
Structur Dyadic Methods. Jika pada metode-metode sebelumnya,
anggota kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang, maka pada metode belajar
kooperatif ini satu kelompok hanya terdiri dari dua orang saja. Pada metode ini setelah proses penyampaian
materi oleh pengajar selesai, selanjutnya peserta didik duduk secara
berpa-sangan untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Pasangan ini selanjutnya bekerja, dimana
salah satu anggota (tutee) menye-lesaikan soal, sedangkan pasangannya (tutor)
mengawasi dan memberi petunjuk kepada pasangannya dalam menyelesaikan
soal. Jika soal pertama selesai
dikerjakan, maka tutee dapat melanjutkan menyelesaikan soal tahap berikutnya
yang relative lebih sulit. Sedangkan
jika salah maka tutor akan kembali mem-berikan soal sejenis untuk diselesaikan,
sehingga tutee memahami benar jenis soal
yang diselesaikannya itu. Jadi
pembelajaran ini disamping menekankan pada kerja kelompok, juga menekankan pada
tanggung-jawab individual, kompetisi kelompok dan juga spesialisasi tugas.
Walau metode-metode belajar kooperatif
berbeda satu dengan lainnya, tetapi semua didasarkanpada beberapa dari enam
karakteristik berikut.
1)
Tujuan kelompok.
2)
Tanggung jawab individual.
3)
Kesempatan yang sama untuk
mencapai keberhasilan (Equal
opportunities for success)..
4)
Kompetisi secara kelompok.
5)
Spesialisasi tugas.
6)
Adaptasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan individual.
Semua metode belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide
bahwa peserta didik bekerja sama dalam belajar dan sekaligus masing-masing
peserta didik bertanggungjawab pada aktivitas belajar anggota kelompok lainnya,
sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi perkuliahan dan
menyelesaikan tes perorangan dengan baik.
Pengembangan dan penelitian yang dilakukan di Johns Hopkins University
untuk menemukan teknik-teknik belajar kooperatif, pada prakteknya menggunakan
metode yang disebut Student Team Learning
(STL).
Ide STL yang ditambahkan pada kerja kooperatif menjadikan
kerja kooperatif lebih menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok. Dalam konsep STL, keberhasilan kerja
kooperatif dapat terjadi jika semua anggota kelompok mempelajari materi yang
diajarkan. Jadi ketika anggota kelompok
bekerja atau belajar dalam kelompok, mereka tidak hanya bekerja (do) menyelesaikan pekerjaan secara
kelompok, akan tetapi juga mempelajari (learn)
sesuatu secara kelompok.
Selanjutnya Slavin menyatakan, bahwa pada STL pelaksanaan
kerja kooperatif dalam belajar kelompok harus diorganisasikan dalam kelas dan
perlu terus-menerus dilakukan. Jadi kerja kooperatif bukan suatu bentuk kegiatan yang bersifat
temporer.
Student Teams-Achievement Divisions (STAD)
STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kelompok yang
paling awal ditemukan dan populer dikalangan ahli pendidikan, dan telah banyak
diterapkan sebagai suatu metode pembelajaran yang mudah diterapkan. Ide dasar STAD adalah bagaimana memotivasi
peserta didik dalam kelompok agar mereka dapat saling mendorong dan membantu
satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan, serta menumbuh-kan suatu
kesadaran bahwa belajar itu penting, bermakna dan menye-nangkan. STAD terdiri dari 5 komponen utama, yaitu Penyajian kelas, Kelompok, Tes/ kuis, Skor
peningkatan individual, dan Pengakuan
kelompok, uraiannya adalah sebagai berikut.
a)
Penyajian Kelas
Penyajian kelas maksudnya adalah pengajaran yang dilakukan
di depan kelas secara klasikal.
Pengajaran di depan kelas dalam STAD tidak begitu berbeda dengan
perkuliahan biasa. Setelah materi
disajikan satu atau dua kali, kemudian dilanjutkan dengan kerja/belajar
kelompok untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
b)
Kelompok
Dalam STAD, peserta didik akan disusun dalam
kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 siswa yang beragam, baik itu beragam
dalam kemampuan atau jenis kelaminnya.
Fungsi dibentuknya kelompok seperti ini adalah agar mereka satu sama
lain saling meyakinkan sehingga mereka dapat bekerjasama dalam belajar, lebih
khusus dalam menyiap-kan semua anggota untuk menghadapi tes perorangan dengan
baik. Kelompok menjadi hal yang sangat
penting dalam STAD, lewat kelompok dapat tercipta suatu kerja kooperatif antar
anggota kelompok untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Dasar penyusunan kelompok berdasar rangking
raport siswa atau nilai tes sebelumnya.
c)
Tes/Kuis
Setelah melaksanakan satu atau dua perkuliahan dan bekerja
serta berlatih dalam kelompok, mahasiswa melaksanakan tes perorangan. Pada tahap ini masing-masing anggota kelompok
berusaha dan bertanggungjawab secara individual untuk melakukan yang terbaik
sebagai hasil belajar kelompok. Anggota
kelompok juga diingatkan bahwa usaha dan keberhasilan mereka akan memberi
sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
d)
Skor Peningkatan Individual
Ide dibalik komponen ini adalah untuk memberikan kepada
siswa suatu sasaran yang dapat dicapai jika mereka bekerja keras dan
memper-lihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan hasil sebelumnya.
e)
Pengakuan Kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan hadiah atau penghargaan,
sebagai usaha menghargai kerja keras yang dilakukan setiap anggota dalam suatu
kelompok selama belajar, terutama bagi kelompok yang tiap anggotanya berhasil
meningkatkan skor tesnya.
Jigsaw
Jigsaw merupakan salah satu metode pembelajaran kelompok
berlikutnya, selain populer dikalangan ahli pendidikan , dan juga relatif mudah
diterapkan sebagai suatu metode pembelajaran.
Ide dasar Jigsaw agak berbeda dengan STAD, yaitu bagaimana siswa secara
berkelompok saling mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi
yang disajikan yang harus mereka kuasai secara mandiri tanpa lagi dijelaskan
oleh guru. Guru dalam hal ini hanya
menyediakan LKS sebagai bahan yang harus didiskusikan dan selanjutnya dikuasai
anak untuk selanjutnya ditularkan kepada siswa lain. Jigsaw terdiri dari 5 komponen utama, yaitu Diskusi kelompok Expert (ahli), Diskusi Kelompok Inti, Tes/ kuis, Skor peningkatan
individual, dan Pengakuan kelompok, uraiannya
adalah sebagai berikut.
a) Diskusi kelompok Expert
Setelah sebelumnya guru memilih materi matematika yang
masing-masing sub pokok bahasannya tidak saling berhubungan langsung, contoh
tehnik penyelesaian sistem persamaan linier, atau beragam penyelesaian integral
tak tentu, selanjutnya guru membuat 4 LKS yang berbeda untuk diberikan kepada
kelompok inti. Masing-masing anggota
kelompok ini selanjutnya memilih sub pokok bahasan mana yang ingin
dikuasainya. Kegiatan dilanjutkan
setelah masing-masing anggota memilih adalah mereka memasuki kelompok besar
sesuai pilihan pokok bahasannya, ini disebut kelompok-kelompok Expert. Anggota dari kelompok ini kemudian
berdiskusi.
b)
Kelompok
Seperti halnya dalam STAD, dalam Jigsaw peserta didik juga
akan disusun dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4 siswa yang beragam,
baik itu beragam dalam kemampuan atau jenis kelaminnya. Fungsi dibentuknya kelompok seperti ini
adalah agar mereka satu sama lain saling meyakinkan sehingga mereka dapat
bekerjasama dalam belajar, lebih khusus dalam menyiap-kan semua anggota untuk
menghadapi tes perorangan dengan baik.
Setelah masing-masing anggta ini belajar dalam kelompok expert.
Selanjutnya mereka akan kembali ke kelompok inti untuk saling membagikan
pengetahuannya kepada anggota kelompok inti lainnya.
c)
Tes/Kuis
Setelah melaksanakan satu atau dua diskusi dan bekerja serta
berlatih dalam kelompok, mahasiswa melaksanakan tes perorangan. Pada tahap ini masing-masing anggota kelompok
berusaha dan bertanggungjawab secara individual untuk melakukan yang terbaik
sebagai hasil belajar kelompok. Anggota
kelompok juga diingatkan bahwa usaha dan keberhasilan mereka akan memberi
sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok.
d)
Skor Peningkatan Individual
Ide dibalik komponen ini adalah untuk memberikan kepada
siswa suatu sasaran yang dapat dicapai jika mereka bekerja keras dan
memper-lihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan hasil sebelumnya.
e) Pengakuan Kelompok
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan hadiah atau
penghargaan, sebagai usaha menghargai kerja keras yang dilakukan setiap anggota
dalam suatu kelompok selama belajar, terutama bagi kelompok yang tiap
anggotanya berhasil meningkatkan skor tesnya.
Teori Pendukung
Terdapat dua landasan teori yang mendukung penerapan belajar
kooperatif dalam proses kegiatan belajar mengajar. Pertama, adalah teori motivasi, dan kedua
teori kognitif. Uraian mengenai hal
tersebua adalah sebagai berikut.
·
Teori Motivasi
Motivasi adalah
kunci sukses dari kerja seseorang.
Seseorang yang memiliki motivasi dalam bekerja/belajar akan
memperlihatkan unjuk dan produk kerja yang maksimal. Orang yang mempunyai motivasi akan
bersemangat dalam bekerja/ belajar, pantang berputus asa dan terkadang
mengabaikan waktu. Sesuai dengan
pendapat Winkel,
"motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis didalam
diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai
suatu tujuan".
Terdapat dua jenis motivasi yang dapat mendorong seseorang melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu seperti bekerja atau belajar, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi
intrinsik. Melalui belajar kooperatif
kedua motivasi itu dapat dibangkitkan.
Biggs dan Telfer, dalam buku Belajar
dan Pembelajaran karangan Dimyati, berpendapat bahwa motivasi ekstrinsik
terbagi menjadi dua golongan, yaitu motivasi
sosial, motivasi instrumental, dan motivasi
untuk berprestasi.
Motivasi Sosial dan instrumental
merupakan kondisi eksternal, se-dangkan motivasi untuk berprestasi dan
intrinsik merupakan kondisi internal. Motivasi
sosial adalah motivasi yang timbul dalam diri peserta didik karena adanya
tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Karena keberadaan motivasi selalu dikaitkan
dengan kebutuhan (needs), dalam hal
ini kebutuhan untuk diterima oleh lingkungan (sosial), maka motivasi seseorang
untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam lingkungan akan muncul melalui proses
belajar kelompok.
Selanjutnya agar dapat diterima dalam
kelompok maka seseorang akan berupaya memperlihatkan prestasi belajarnya yang
maksimal, sehingga berikutnya akan muncul motivasi untuk berprestasi. Hal ini disebabkan belajar kooperatif sangat kondusif untuk
mendorong seseo-rang meningkatkan kemampuan akademiknya. Kesempatan untuk ber-tanya dan berdiskusi
dalam kelompok kooperatif akan menjadikan mereka lebih berani untuk
menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Sedangkan pada anggota lainnya akan memunculkan kesadaran untuk belajar
yang merupakan bentuk motivasi intrinsik.
Teori Kognitif
Teori
kognitif yang mendasari penggunaan metode belajar koope-rative pada proses
belajar mengajar didasarkan pada pandangan bagai-mana efek kerja sama terhadap
pribadi siswa. Ada dua kategori yang merupakan bagian dari teori
kognitif, yaitu Teori Perkembangan
dan Teori Elaborasi Kognitif.
·
Teori Perkembangan
Damon
dan Murray
berpendapat mengenai asumsi dasar dari teori perkembangan, yaitu bahwa
interaksi antar siswa terhadap tugas-tugas yang tepat atau sesuai dengan
tingkatan pengetahuannya dapat mening-katkan penguasaan konsep-konsep
penting Interaksi antar teman sebaya
ternyata memegang peranan penting dalam meningkatkan pemahaman suatu
konsep. Melalui diskusi antar teman
sebaya sering terjadi mereka ternyata melakukan tugas menjelaskan ide-ide yang
sulit dengan baik.
Seorang
ahli pendidikan Rusia, yaitu Vygotsky mendefinisikan suatu teori tentang
perkembangan yang kemudian lebih dikenal dengan konsep ZPD ( Zone of Proximal
Development ) sebagai berikut:
"…the
distance between the actual development level as determined by independent
problem solving and the level of potential development as determined through
problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable
peers."
Dalam pandangan Vygotsky, aktivitas kerjasama ternyata menjanjikan suatu
pertumbuhan, artinya apabila anggota-anggota suatu kelompok pada tingkatan usia
yang sepadan melakukan kerjasama menyele-saikan masalah (soal-soal), hasilnya
akan lebih menguntungkan diban-ding mereka
bekerja sendiri-sendiri.
Selanjutnya Vygotsky menyata-kan bagaimana pengaruh kerjasama dalam proses
belajar, "Function are first formed
in the collective in the form of relations among children and then become
mental function for the individual …
Research shows that reflection is spawned from argument."
Vygotsky beranggapan bahwa pengetahuan-pengetahuan yang
ter-bentuk dan telah menjadi pengetahuan individual siswa, pada awalnya
di-bentuk sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan selama dia berinteraksi dengan
siswa lain. Secara umum Vygotsky
berpendapat bahwa akan lebih mudah untuk mengembangkan diri atau fikiran
melalui pertolongan oarang dewasa atau teman sebaya.
Piaget juga berpendapat bahwa sebarang pengetahuan,
misalnya mengenai sistem simbol seperti matematika, hanya dapat dipelajari
melalui interaksi dengan orang lain. Para Piagetian, peneliti-peneliti yang
menganut faham Piaget, yang meneliti mengenai kemampuan konservasi memperoleh hasil, bahwa seorang siswa yang belum
memiliki kemam-puan konseervasi melalui interaksi teman sebaya akhirnya menjadi
mampu. Jadi selama melakukan kerjasama antar teman sebaya akan mengalami
perkembangan kemampuan konservasi.
Para
Piagetian juga menyatakan bahwa melalui aktivitas diskusi kelompok kooperatif
akan memungkinkan timbul konflik koginif dalam diri masing-masing anggota. Pengertian-pengertian yang timbul selama
proses diskusi selanjutnya akan disusun kembali berdasarkan hasil
berar-gumentasi dengan anggota kelompok.
Dengan memasukkan pengertian-pengertian baru berarti keseimbangan
kognitif kembali terjadi dengan kualitas yang lebih baik. Jadi melalui kegiatan diskusi dalam kelompok
kooperatif dapat memunculkan kualitas pemahaman yang lebih tinggi dari
sebelumnya.
·
Teori Elaborasi Kognitif
Elaborasi kognitif berbeda perpektif dibandingkan dengan
titik pandang perkembangan. Teori
elaborasi didukung dua bidang kajian psi-kologi kognitif, yaitu,
(1)
Teori tentang struktur
representasi kognitif, dimana struktur kognitif dide-finisikan sebagai struktur
organisasional yang ada dalam ingat-an/skema seseorang yang mengintegrasikan
unsur-unsur pengeta-huan yang terpisah-pisah kedalam suatu unit konseptual, dan
Proses ingatan (memory): yaitu mekanisme penyandian, penyimpanan, dan
pengungkapan kembali apa yang telah disimpan dalam ingatan.
Elaborasi kognitif merupakan suatu proses penstrukturan
kembali kognitif karena masuknya informasi baru ke dalam ingatan. Informasi yang baru masuk selanjutnya
dihubungkan dengan informasi yang ada dalam memori, dalam hal ini seseorang
akan menyusun kembali pengeta-huannya (skema) karena masuknya informasi baru
tadi. Dengan demikian terjadilah
pemahaman yang baru yang lebih luas dibandingkan informasi sebelumnya.
Seseorang yang menuliskan kesimpulan dari suatu bacaan,
atau aktivitas tutor yang melakukan tutorial pada tutee adalah dua contoh
terjadinya proses elaborasi kognitif.
Kedua kegiatan tersebut akan menuntut seseorang untuk mengorganisasikan
semua pengetahuannya, menyortir, dan berupaya mengungkapkan pemahamannya
tersebut agar informasi yang disajikannya dapat difahami orang lain.
ADAFTAR
PUSTAKA
Cord. (2001) What is Contextual Learning. Worl
Wide Internet Publishing. Texas:
Waco
Lei, A. (2002). Cooperative
Learnig. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan . Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Sanjaya Wina, DR,MPd,
(2006),Strategi Pembelajaran , Jakarta Kencan Prenada Media
Suherman, E. (2003). Pendekatan Kontekstual dalam
Pembelajaran Matematika. Makalah: Tidak diterbitkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar