Jumat, 13 Juni 2014

KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH



KEPEMIMPINAN KEPALA Madrasah EFEKTIF
SUGENG SUDARSONO
Abstrak
Pemimpin adalah seseorang yang memopunyai kemampuan untuk me­mengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan memengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif (Fattah, 2004: 88). Stoner benar tentang kepemimpinan efektif, namun itu berlaku ketika seorang pemimpin mem­iliki karakter kuat, tegas, dan berjiwa pembelajar. Sebaliknya, kekuasaan yang besar di tangan pemimpin yang lemah karakter, pengetahuan dan keterampilan, hanya akan membawa lembaga pendidikan pada ujung kebangkrutan dan tumpukan masalah yang tidak terselesaikan dengan baik, bahkan menimbulkan konflik internal

Untuk membangun tim, kepala madrasah dapat melakukannya dengan: 1) Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim; 2) Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan dan membangun tim di sekolah; 3) Membantu tim menyusun tujuan; dan 4) Memfokuskan tim kepada pencapaian tujuan yang spe­sifik dan terukur
Kemampuan manajerial kepala madrasah sangat berperan dalam efektifitas madrasah atau lembaga pendidikan. Kepalamadrasah harus mampu mengelola sumber daya pendidikan di sekolah, mulai dari tenaga pendidik dan kependidi­kan, sarana-prasarana, kurikulum, hingga setiap peluang kerjasama dari luar madtrasah. Pengelolaan yang baik terhadap semua unsur di atas akan melahirkan kepemimpinan yang efektif, sehingga visi dan misi madrasah akan tercapai sesuai harapan; demikian juga keluaran pendidikan akan berhasil dalam kehidupan.
Kepemimpinan kepala sekolah akan efektif jika di sekolah setiap peker­jaan dikerjakan secara tim. Setiap orang mendapatkan tugas sesuai dengan kompetensinya. Efektivitas kerja tim lahir karena dorongan dan motivasi seorang pemimpin di satu sisi, dan karena setiap anggota tim bekerja bukan karena paksaan melainkan ketulusan pada sisi yang lain. Ketulusan bekerja seseorang dipengaruhi oleh perhatian seorang pemimpin terhadap kebutuhan hidupnya, baik materil maupun non-materil.

Kata Kunci : Kepemimpinan,Manajerial,Kepala Madrasah
A.     PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 ten-tang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) di­mensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kelima kompetensi tersebut harus melekat dalam pribadi kepala sekolah, agar ia bisa menjadi pemimpin yang efektif.
Dalam kerangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), kepala madrasah bertanggung jawab atas pelaksanaan: 1) manajemen sekolah; 2) pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM); dan 3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah. Karena itu, kepala sekolah selayaknya memiliki kemampuan manajerial yang memadai.
Selain sebagai pemimpin, kepala madrasah juga merupakan manajer, yang dituntut memiliki kemampuan manajerial terkait dengan terwujudnya sekolah efektif. Karena itu, kedudukan kepala sekolah tidak bisa dipegang oleh semba­rang orang. Kepala sekolah harus memenuhi kompetensi minimal seperti telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya perumusan maslah dalam tulisan ini adalah bagaimana model kepemimpinan Madrasah yang efektif

B.     KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

1.      Hakikat Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang yang memopunyai kemampuan untuk me­mengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan memengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif (Fattah, 2004: 88). Stoner benar tentang kepemimpinan efektif, namun itu berlaku ketika seorang pemimpin mem­iliki karakter kuat, tegas, dan berjiwa pembelajar. Sebaliknya, kekuasaan yang besar di tangan pemimpin yang lemah karakter, pengetahuan dan keterampilan, hanya akan membawa lembaga pendidikan pada ujung kebangkrutan dan tumpukan masalah yang tidak terselesaikan dengan baik, bahkan menimbulkan konflik internal
Plunkett dan Attner (1983: 316) berpendapat, “kepemimpinan adalah proses memengaruhi individu atau kelompok untuk menyusun tujuan atau men­capai tujuan”. Perbedaan manajer dengan pemimpin terletak pada kemampuan memengaruhi bawahan/ orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Pemimpin sering ditemukan di organisasi non-formal dan orang-orang non-manajerial (Plunkett dan Attner, 1983: 317). Edginton dan William (1985: 170) memiliki pen dapat yang sama, bahwa kepemimpinan adalah proses memengaruhi perilaku kelompok. Gaya kepemimpinan manajerial akan memiliki pengaruh besar pada efektifitas organisasi. Juga, kemampuan manajer untuk berkomunikasi dengan yang lain sangat esensial bagi produktifitas manajemen organisasi.
Jika dikaitkan dengan kepemimpinan pendidikan, maka yang dimaksud dengan kepemimpinan pendidikan adalah proses memengaruhi dan membimb­ing seorang pemimpin kepada pendidik dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan tugas-tugas kependidikan dan penelitian dengan menggunakan fasilitas pendidikan yang ada, baik secara individu maupun kelompok, agar tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien. Menurut Anwar (2003: 70), “kepemimpinan pendidikan berarti usaha untuk memimpin, memengaruhi dan memberikan bimbingan kepada para personel pendidikan sebagai bawahan agar berbagai tujuan pendidikan dapat tercapai melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan”.
Ada tiga faktor kepemimpinan yang ditulis Edginton dan William (1985: 171), yaitu: kepemimpinan, pekerja, dan situasi. Setiap faktor memengaruhi hasil dan saling terkait satu sama lain. Pertama, ada pemimpin yang menyusun tujuan yang jelas dan memimpin kerja kelompok untuk mencapai tujuan. Kedua, ada pekerja yang melakukan pekerjaan dan memerhatikan rencana-rencana untuk meraih hasil yang diharapkan. Ketiga, ada situasi, kondisi lingkungan yang harus dipertimbangkan untuk mencapai tujuan.
Dari uraian di atas jelas bahwa pemimpin tidak bisa bekerja sendirian. Tercapainya tujuan organisasi terletak pada kemampuan pemimpin mengatur pekerja, peralatan, dan pekerjaan, agar berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Kemampuan manajerial inilah yang dibutuhkan demi ter­wujudnya madrasah dan pemimpin yang efektif.
2.      Fungsi dan Peran Pemimpin
Kepala madrasah harus mampu mendelegasikan tugas-tugas pada orang­orang yang tepat, menentukan tenggat waktu dan tempat yang tepat bagi suatu program madrasah. Selanjutnya, kepala sekolah harus mampu mendorong setiap guru dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai standar yang berlaku. Karena itu, kepala madrasah harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik (interpersonal) dengan bawahan, sehingga tidak terjadi salah paham dalam komunikasi.
Menurut Komariah dan Triatna (2006: 74), keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan dua peran yang berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seseorang yang mampu menangani kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan strategik dan operasional yang jujur, mampu mengorganisasi­kan aktivitas organisasi secara terkoordinasi, dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid. Sedangkan seorang pemimpin yang efektif mampu mem­bangun motivasi staf, menentukan arah, menangani perubahan secara benar, dan menjadi katalisator yang mampu mewarnai sikap dan perilaku staf.
Menurut Daryanto (2006: 82-3), fungsi kepala madrasah sebagai pemimpin sekolah berarti kepala madrasah dalam kegiatan memimpinnya berjalan melalui tahap-tahap kegiatan sebagai berikut: pertama, perencanaan (planning). Perencanaan pada dasarnya menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, dimana dilakukannya, oleh siapa dan kapan dil­akukan. Kegiatan-kegiatan sekolah harus direncanakan oleh kepala madrasah, hasilnya berupa rencana tahunan sekolah yang akan berlaku pada tahun ajaran berikutnya. Rencana tahunan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam program tahunan madrasah yang biasanya dibagi ke dalam dua program semester.
Kedua, pengorganisasian (organizing). Kepala madrasah sebagai pemimpin bertugas untuk menjadikan kegiatan-kegiatan madrasah berjalan dengan lancer, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai. Kepala madrasah perlu mengadakan pembagian kerja yang jelas bagi guru-guru (dan staf) yang menjadi anak buahnya. Dengan pembagian kerja yang baik, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang tepat serta mengingat prinsip-prinsip pengorganisasian kiranya kegiatan madrasah akan berjalan lancar dan tujuan dapat tercapai.
Ketiga, pengarahan (directing). Pengarahan adalah kegiatan membimbing anak buah dengan jalan memberi perintah (komando), memberi petunjuk, men­dorong semangat kerja, menegakkan disiplin, dan memberikan berbagai usaha lainnya agar mereka dalam melakukan pekerjaan mengikuti arah yang ditetapkan dalam petunjuk, peraturan atau pedoman yang telah ditetapkan.
Keempat, pengkoordinasian (coordinating). Pengkoordinasian adalah kegiatan menghubungkan orang-orang dan tugas-tugas sehingga terjalin kesatu­an atau keselarasan keputusan, kebijaksanaan, tindakan, langkah, sikap serta tercegah dari timbulnya pertentangan, kekacauan, kekembaran (duplikasi), dan kekosongan tindakan.
Kelima, pengawasan (controlling). Pengawasan adalah tindakan atau kegiatan usaha agar pelaksanaan pekerjaan serta hasil kerja sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk atau ketentuan-ketentuan lainnya yang telah ditetap­kan.

Dalam satuan pendidikan, kepala madrasah menduduki dua jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana telah digariskan oleh peranturan perundang-undangan. Pertama, kepala madrasah ada­lah pengelola pendidikan di madrasah secara keseluruhan. Kedua, kepala madrasah  adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya (Anwar, 2003: 75).
Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kepala madrasah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim madrah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif dan efisien.
3.      Dorongan dan Umpan Balik
Kepala madrasah bisa menjadi pendorong bagi guru-guru baru agar mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman mengajar yang sangat bermanfaat bagi kemampuan dan keterampilannya mengajar di kelas, serta per­gaulannya dengan sesama guru, staf, dan siswa. Menurut Spark
Kepala medrasah memiliki posisi strategis dalam terwujudnya setiap pro­gram-program pengembangan di sekolah, karena kedudukannya sebagai pem­impin tertinggi di sekolah. Ada tidaknya suatu program, atau bentuk program seperti apa yang dipilih mencerminkan visi seorang pemimpin. Menurut Sallis (1993: 86), “Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik”.
Peran pemberdayaan guru bisa berwujud pelatihan yang terkait dengan pengembangan kompetensi guru. “Aspek penting dari peran kepemimpinan dlam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar,” tulis Sallis (1993: 89).
Seorang pemimpin madrasah harus memahami, pertama, kebutuhan guru. Dibutuhkan seorang pemimpin yang memahami kebutuhan dasar seorang guru. Dua dari delapan kebutuhan manusia menurut Henderson (1960: 75) adalah:
a.      Manusia membutuhkan Kesempatan untuk mengembangkan bakat­bakat atau kemampuan-kemampuan dan pemberian-pemberian khusus yang ia miliki.
b.      Manusia butuh untuk berkembang dan menikmati minat intelektual dan aesthetic. Semakin mendalam dan luas minat tersebut, maka semakin berguna hidupnya.
Kemajuan madrasah  terkait dengan pelayanannya terhadap guru, sebagai pelanggan internal. Peters dan Waterman (Sallis, 1993: 39) mengakui bahwa, “Pertumbuhan dan perkembangan sebuah institusi bersumber dari kesesuaian layanan institusi dengan kebutuhan pelanggan”.
Menurut Mulyasa (2005: 103), “Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah”. Gibson, et al. (2006: 313) menyatakan, “Seorang pemimpin adalah orang yang mampu menjadi agen perbahanbisa memengaruhi sikap dan penampilan pengikutnya. Pemimpin efektif mampu memenuhi tujuan individu, kelompok, dan organisasi”.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan sekolah adalah pemberian in­sentif, baik yang bersifat materil maupun non materil. Insentif yang tepat akan mendorong kualitas kinerja dan pengembangan kompetensi guru meningkat. Ka­rena guru merasa nyaman dan keberadaan serta kreativitasnya mendapat penghargaan dari sekolah. Di samping itu, insentif yang dilakukan secara trans­faran akan menimbulkan kebanggaan bagi yang menerima.
Pentingnya menciptakan suasana kerja dan sekolah yang me­nyenangkan. Salah satu tugas dan tanggung jawab kepala sekolah adalah berkenaan dengan penciptaan suasana yang menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan moral kerja guru-guru maupun staf lainnya. Bentuk operasional dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab ini misalnya:
a.   Berusaha memahami karakteristik setiap guru dan staf lainnya berupa perasaannya, keinginan, pola berpikir, dan sikap;
b.   Menciptakan kondisi kerja yang menyenangkan, baik kondisi fisik maupun sosialnya sehingga mereka betah di sekolah;
c.    Memupuk rasa kerja sama yang baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, maupun dengan staf lainnya, sehingga tercipta suatu kelompok kerja yang produktif dan kohesif;
d.   Memupuk rasa ikut memiliki, rasa adanya peranan yang cukup penting, dan rasa sebagai orang yang berhasil pada setiap diri guru maupun staf lainnya.
(Bafadal, 2003b: 89-90)
Mengapa banyak kepala sekolah gagal dalam kepemimpinannya? Salah satunya adalah karena mereka sedikit meluangkan waktu untuk mengenal dan berinteraksi dengan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, sehingga mereka tidak mengetahui kondisi dan kebutuhan bawahannya. Kepekaan rasa kepala sekolah terhadap individu-individu yang dipimpinnya sangat rendah. Mereka menutup mata dan telinga terhadap situasi kritis yang terjadi di arus
Situasi kepercayaan sangat penting dalam pelatihan oleh rekan kerja un­tuk merubah penampilan. Karena rekan-rekan guru akan melihat bagaimana ide­ide itu diterapkan dalam pengajaran, dan mereka biasanya sangat peduli pada proses pembelajaran yang biasa mereka lakukan.
Mutu pelayanan pelangganguru merupakan pelanggan internal, memin­jam istilah Sallisadalah yang utama yang perlu diperjuangkan, disamping mod­al dan bangunan yang megahseperti ditujukan oleh kecenderungan sekolah­sekolah tertentu. Jika tidak, maka guru-guru yang bertahan di sekolah hanyalah guru-guru yang memiliki standar rata-rata, bukan guru-guru yang bermutu. Menurut Bell dan Bell (2003: xi), “Pelanggan sekarang berbeda. Pilihan mereka lebih luas, syarat mereka lebih keras, dan standar mereka lebih banyak syaratnya”.
Bahwa guru bisa setiap saat memutuskan untuk meninggalkan sekolah, jika perlakuan sekolah tidak memuaskan mereka, sebab di luar masih banyak pilihan sekolah yang bermutu. Guru yang bermutu, kompeten, dan profesional sepertinya akan cenderung bersikap seperti itu, karena mereka percaya pada kemampuannya.
Kepala madrasah harus menjadi contoh dalam kebaikan, mutu, dan disiplin. Hanya dengan menjadi teladan ia akan meraih kepercayaan dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Kouzes dan Posner (Hesselbein, 1996: 107) bertanya pada para staf tentang bagaimana mereka mengetahui bahwa seorang pemimpin dapat dipercaya. Semua sepakat bahwa, seorang pemimpin dapat dipercaya jika, “Mereka melakukan apa yang mereka katakan akan mereka lakukan".
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi, yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial. Sebagai manajer, kepala sekolah harus bisa mendorong para guru untuk senantiasa meningkatkan mutunya secara berkelanjutan seraya memfasili­tasi setiap kebutuhan guru untuk pengembangan mutunya tersebut.
4.      Kompetensi Manajerial
Kompetensi manajerial (Permendiknas No. 13 tahun 2007) tentang kepala sekolah/madrasah meliputi: 1) Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan; 2) Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan; 3) Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumberdaya sekolah/madrasah secara optimal; 4) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif; 5) Menciptakan budaya iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik; 6) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal; 7) Mengel­ola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; 8) Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat da­lam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah; 9) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik; 10) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional; 11) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien; 12) Mengelola ketatahusahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah; 13) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah; 14) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam endukung penyusunan program dan pengambilan keputusan; 15) Memanfaat­kan kemajuan tekhnologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan mana­jemen sekolah/madrasah; dan 16) Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
C.     PEMBAHASAN
1.      Konsep Dasar Kepemimpinan Efektif di Sekolah
Mengingat tugas kepemimpinan yang kompleks,pengertian kepemimpinan tidak dapat dibatasi secara pasti, termasuk pengertian kepemimpinan efektif di sekolah. Namun, sejumlah rujukan menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif di sekolah dapat berkait dengan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah yang efektif. Atas dasar pandangan ini, maka kepemimpinan efektif di sekolah dapat dimengerti sebagai bentuk kepemimpinan yang menekankan kepada pencapaian prestasi akademik dan non akademik sekolah. Dengan demikian, pemimpin pendidikan efektif selalu berkonsentrasi untuk menggerakkan faktor-faktor potensial bagi ketercapaian tujuan sekolah (Depdiknas, 2007: 8).
Sebagai pemimpin pendidikan pula, kepala sekolah efektif mampu menunjukkan kemampuannya mengembangkan potensi-potensi sekolah, guru, dan siswa untuk mencapai prestasi maksimal (Depdiknas, 2007: 8). Seorang kepala sekolah efektif sebagai pemimpin pendidikan selayaknya harus mampu meningkatkan prestasi sekolah dengan menunjukkan kemampuannya dalam mengelola sekolah, guru, dan siswa sebagai komponen utama untuk mencapai tujuan sekolah. Pengelolan yang terkait dengan komponen sekolah dapat meliputi: a) kurikulum praktis dan mantap; b) tujuan yang menantang dan balikan yang efektif; c) partisipasi orang tua dan masyarakat; d) lingkungan yang tertib dan nyaman; dan e) kolegialitas dan profesionalisme.
Sementara, pengelolan yang terkait dengan komponen guru dapat mencakup: a) strategi instruksional; b) manajemen kelas; dan c) desain kurikulum. Adapun pengelolaan yang terakit dengan siswa mencakup: a) lingkungan rumah; b) kecerdasan belajar; dan c) motivasi. Ketiga komponen tersebut bersifat interrelatif, oleh karenanya harus dikelola secara sinergis dengan mendasarkan kepada prinsip-prinsip koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi.
Seorang pemimpin sekolah harus memahami kebutuhan guru. Dibutuh­kan seorang pemimpin yang memahami kebutuhan dasar seorang guru. Dua dari delapan kebutuhan manusia menurut Henderson (1960: 75) adalah: 1) Manusia membutuhkan Kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat atau kemampu­an-kemampuan dan pemberian-pemberian khusus yang ia miliki dan 2) Manusia butuh untuk berkembang dan menikmati minat intelektual dan aesthetic. Semakin mendalam dan luas minat tersebut, maka semakin berguna hidupnya.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat ditegaskan bahwa kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan kepala sekolah yang fokus kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid, serta hubungan dan komunikasi dengan masyarakat.
2.      Ciri-ciri Kepala Sekolah Efektif
Kepala sekolah efektif  harus mengetahui: a) mengapa pendidikan yang baik diperlukan di sekolah; b) apa yang diperlukan untuk meningkatkan mutu sekolah; dan c) bagaimana mengelola sekolah untuk mencapai prestasi terbaik. Kemampuan untuk menguasai jawaban atas ketiga pertanyaan ini akan dapat dijadikan standar kelayakan apakah seseorang dapat menjadi kepala sekola efektif atau tidak (Depdiknas, 2007: 10).
Secara umum, ciri dan perilaku kepala sekolah efektif dapat dilihat dari tiga hal pokok, yaitu: a) kemampuannya berpegang kepada citra atau visi lembaga dalam menjalankan tugas; b) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah; dan c) memfokuskan aktifitasnya kepada pembelajaran dan kinerja guru di kelas. Pemimpin harus memiliki visi dan mampu menerjemahkan visi ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spe­sifik, (Sallis, 1993: 86).
Adapun secara lebih detil, deskripsi tentang kualitas dan perilaku kepala sekolah efektif dapat diambil dari pengalaman riset di sekolah-sekolah unggul dan sukses di negara maju. Atas dasar hasil riset tersebut, dapat dijelaskan ciri­ciri sebagai berikut: 1) Kepala sekolah efektif memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya, dan ia mendorong semua staf untuk mewujudkan visi tersebut; 2) Kepala sekolah efektif memiliki harapan tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja staf; 3) Kepala sekolah efektif tekun mengamati para guru di kelas dan memberikan umpan balik yang positif dan konstruktif dalam rangka memecahkan masalah dan memperbaiki pembelajaran; 4) Kepala sekolah efektif mendorong pemanfaatan waktu secara efisien dan merancang langkah-langkah untuk meminimalisasi kekacauan; 5) Kepala sekolah efektif mampu memanfaatkan sumber-sumber material dan personil secara kreatif; dan 6) Kepala sekolah efektif memantau prestasi siswa secara individual dan kolektif dan memanfaatkan informasi untuk mengarahkan perencanaan instruksional.
Di sisi lain, kepala sekolah yang tidak efektif biasanya: 1) Membatasi komunikasi dan pergaulan atau kurang membangun relasi; 2) Tidak berbagi informasi kepada sebanyak-banyaknya guru dan staf; 3) Tidak membangun komunikasi yang baik dengan bawahan; 4) Membiarkan guru mengajar di kelas, tanpa pernah melakukan monitoring dan evaluasi belajar-mengajar; 5) Tidak berusaha mengembangkan kurikulum dan pembelajaran; dan 6) Tidak pernah memberikan pelatihan profesional pada guru dan staf.
3.      Standar Kepemimpinan Efektif
Walau pengertian kepemimpinan efektif sulit didefinisikan secara tegas, secara umum dapat dirumuskan standar kepemimpinan kepala sekolah secara efektif. Pada dasarnya kepemimpinan efektif dapat dilihat dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: a) menerapkan kepemimpinan sekolah efektif; b) melaksanakan kepemimpinan instruksional; c) memelihara iklim belajar yang berpusat pada siswa; d) mengembangkan profesionalitas dan mengelola SDM; e) melibatkan orang tua dan menjalin kemitraan dengan masyarakat; f) mengel­ola sekolah secara efektif dan melaksanakan program harian; dan g) melaksanakan hubungan interpersonal secara efektif (Depdiknas, 2007: 20).
Kepemimpinan di sekolah dapat mencakup serangkaian kegiatan kepala sekolah dalam memimpin institusi sekolah dengan cara membangun teamwork yang kuat, mengelola tugas dan orang secara bertanggungjawab, dan melibat­kan sejumlah pihak terkait dalam pelaksanaan visi sekolah.
Untuk membangun tim, kepala sekolah dapat melakukannya dengan: 1) Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim; 2) Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan dan membangun tim di sekolah; 3) Membantu tim menyusun tujuan; dan 4) Memfokuskan tim kepada pencapaian tujuan yang spe­sifik dan terukur (Depdiknas, 2007: 21).
Kecuali empat hal tersebut, agar memiliki tim yang efektif, kepala sekolah harus: 1) Memilih orang yang tepat untuk pekerjaan tertentu; 2) Memberikan perintah atau arahan yang jelas dan terukur (tidak ambigu); 3) Memberikan re­ward yang pantas bagi pekerjaan tertentu; 4) Melakukan monitoring setiap peker­jaan; dan 5) Melakukan komunikasi yang baik dengan bawahan.
Koordinasi dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan instansi terkait, melibatkan guru, staf, orang tua, dan masyarakat secara tepat dalam pengambilan keputusan. Adapun implementasi visi sekolah dapat dilakukan dengan cara mengembangkan visi sekolah bersama stakeholders, mengarahkan pelaksanaan program sesuai dengan visi sekolah, dan mengkomunikasikan dan menunjukkan visi dalam rangka peningkatan mutu sekolah.
Mewujudkan visi dan misi sekolah bukan hal mudah. Karena itu, visi dan misi harus disosialisasikan kepada guru dan staf. Dalam sosialisasi itu dijelaskan bagaimana strategi dan peran masing-masing pihak untuk pencapaiannya. Kepala madrasah jangan lupa melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala efektivitas pencapaian visi dan misi tersebut.
Kepemimpinan instruksional ditunjukkan kepala sekolah dalam berusaha mendorong kesuksesan semua murid dengan menciptakan program instruksional yang mendorong perbaikan proses belajar dan mengajar. Tiga hal penting yang menjadi perhatiannya berupa asesmen, kurikulum, dan pembelajaran. Dalam asesmen, kepala madrsah: 1) mengarahkan evaluasi belajar siswa dengan menggunakan beragam teknik dan sumber informasi; 2) menganalisis data siswa, staf, dan masyarakat untuk pengambilan keputusan; 3) memanfaatkan data sekolah dan siswa untuk membuat program layanan murid dan kurikulum; dan 4) memantau kemajuan belajar siswa, didukung dengan laporan sistematis tiap bulan.
Kepala madrasah juga harus mampu menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai, seperti perpustakaan, laboratorium bahasa, laboratorium IPA, dan in­ternet. Di perpustakaan harus tersedia buku-buku mutakhir, koran/surat kabar, majalah, dan jurnal secara berlangganan. Koran, majalah, dan jurnal harus mem­iliki keragaman tema sesuai dengan bidang-bidang mata pelajaran yang ada di madrasah.
4.      Kerja Tim
Keberhasilan seorang pemimpin mengelola dan mencapai tujuan lem­baga bukan karena ia memiliki kemampuan dalam menangani beragam masalah, akan tetapi karena ia memahami bagaimana cara menyatukan dan memanfaat­kan individu-individu hebat di sekitarnya. Ia mampu menggerakkan orang-orang di sekitarnya untuk bekerja penuh dedikasi mewujudkan tujuan lembaga dan ia sendiri bekerja.
Pemimpin yang efektif memahami bahwa dirinya bukan pribadi yang serba bisa dan sangat kuat untuk melakukan banyak hal dalam satu waktu atau rentang waktu tertentu. Ia akan lebih memilih memercayakan setiap pekerjaan kepada orang-orang yang tepat di sekitarnya. Ia memiliki jiwa berbagi bersama dan tidak khawatir akan kehilangan pengaruh dan nama baik. Pemimpin sejati adalah pribadi yang tidak selamanya harus menjadi orang nomor satu dalam se­tiap kesempatan atau pekerjaan.
Mengapa kerja tim sangat penting bagi kepemimpinan efektif? Karena kepala sekolah tidak akan bisa memecahkan masalah dengan baik sendirian, tukar ide dan pikiran serta pengalaman sangat penting dalam menjalankan tugas kepemimpinan, baik dengan guru, tenaga kependidikan, atau pun dengan pimpi­nan lainnya. Presiden Lyndon Johnson (Maxwell, 2001: 4) mengatakan, “Tidak ada masalah yang tidak dapat kita pecahkan secara bersama-sama, namun san­gat sedikit yang dapat kita pecahkan sendiri”.
 Pembelajaran tim adalah proses pecerahan dan pengembangan kapasitas tim untuk menghasilkan hasil yang benar­benar diinginkan anggotanya. Ia dibangun dengan kedisiplinan membangun visi dan kemampuan individu. Pembelajaran tim adalah kedisiplinan kolektif. Pem­belajaran tim juga termasuk belajar bagaimana menghadapi kelompok yang me­mentingkan dialog dan diskusi produktif dalam tim kerja. Akhirnya, disiplin pem­belajaran tim membutuhkan praktik,” demikian menurut Senge (1990: 237).
Meski demikian praktik dan kultur sekolah tidak semuanya menunjukkan pro dialog dan kerja sama tim. Sebaliknya, kultur individualistik sangat kental, di mana kepala sekolah bekerja secara individu dan menghadapi masalah­masalahnya sendiri pula. Tentu banyak alasan mengapa hal ini terjadi. Kultur sebagan sekolah sangat individualistik, hampir pada setiap interaksi dari hari ke hari. Tanpa aksi kolektif, sekolah sulit menghadapi problem yang tidak dapat dipecahkan oleh aksi individual. Reorientasi kultur sekolah melalui pemecahan masalah secara kolektif dan studi lanjut dalam pengajaran dan kurikulum sangat penting.
Keahlian para guru dan kepala sekolah tidak akan berarti bagi pembelaja­ran dan pengembangan kompetensi siswa tanpa kerjasama yang baik, sebab peran mereka masing-masing secara utuh dan saling melengkapi dibutuhkan siswa. Bill Russelpemain Basket Boston Celtics—menyatakan bahwa, “Peampilan tim kami tergantung pada keahlian individu dan kerjasama kami yang baik,” (Senge, 1990: 235). Siswa membutuhkan keselarasan pola pikir (mind set) dan tindakanmeski tidak harus samadari setiap guru dan kepala sekolah da­lam hal upaya pencerdasan dan pendewasaan siswa, baik di dalam kelas, di lingkungan sekolah, maupun di luar kelas.
D.           Simpulan
Kemampuan manajerial kepala sekolah sangat berperan dalam efektifitas sekolah atau lembaga pendidikan. Kepala sekolah harus mampu mengelola sumber daya pendidikan di sekolah, mulai dari tenaga pendidik dan kependidi­kan, sarana-prasarana, kurikulum, hingga setiap peluang kerjasama dari luar sekolah. Pengelolaan yang baik terhadap semua unsur di atas akan melahirkan kepemimpinan yang efektif, sehingga visi dan misi sekolah akan tercapai sesuai harapan; demikian juga keluaran pendidikan akan berhasil dalam kehidupan.
Kepemimpinan kepala sekolah akan efektif jika di sekolah setiap peker­jaan dikerjakan secara tim. Setiap orang mendapatkan tugas sesuai dengan kompetensinya. Efektivitas kerja tim lahir karena dorongan dan motivasi seorang pemimpin di satu sisi, dan karena setiap anggota tim bekerja bukan karena paksaan melainkan ketulusan pada sisi yang lain. Ketulusan bekerja seseorang dipengaruhi oleh perhatian seorang pemimpin terhadap kebutuhan hidupnya, baik materil maupun non-materil.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.I., Administrasi Pendidikan dan Manajenem Biaya Pendidikan, Ban­dung: Alfabeta, 2003.
Bacal, R., Performance Management, Terj. Surya Darma dan Yanuar Irawan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Bafadal, I. (2003). Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Bell, C.R., dan Bell, B.R. (2003). Magnetic Service; Secrets for Creating Pas­sionately Devoted Customers. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Daryanto, M., Administrasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Depdiknas, Kepemimpinan Pendidikan Persekolahan yang Efektif, Jakarta: Dirjen PMPTK, 2007.
Fattah, N., Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2004.
Komariah, A., dan Triatna, C., Visionary Leadership; menuju Sekolah Efektif, Ja­karta: Bumi Aksara, 2006.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda. Cet. Kelima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RESEP MENJADI PENULIS

Resep Belajar Menjadi Penulis Pelajara yang saya peroleh dihari kedua ini membuat saya menjadi lebih semangat lagi utuk menuli s ...