KEPEMIMPINAN KEPALA Madrasah
EFEKTIF
SUGENG SUDARSONO
Abstrak
Pemimpin adalah seseorang
yang memopunyai kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan
memengaruhi bawahan sehubungan dengan
tugas-tugas yang harus dilaksanakannya. Menurut Stoner, semakin banyak jumlah
sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif (Fattah,
2004: 88). Stoner benar tentang kepemimpinan efektif, namun itu berlaku ketika
seorang pemimpin memiliki karakter kuat, tegas, dan berjiwa pembelajar.
Sebaliknya, kekuasaan yang besar di tangan pemimpin yang lemah karakter, pengetahuan
dan keterampilan, hanya akan membawa
lembaga pendidikan pada ujung kebangkrutan dan tumpukan masalah yang tidak terselesaikan dengan baik,
bahkan menimbulkan konflik internal
Untuk membangun tim,
kepala madrasah dapat melakukannya dengan: 1) Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim; 2)
Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan
dan membangun tim di sekolah; 3) Membantu tim menyusun tujuan; dan 4) Memfokuskan
tim kepada pencapaian tujuan yang spesifik dan terukur
Kemampuan manajerial
kepala madrasah sangat berperan dalam efektifitas madrasah atau lembaga pendidikan. Kepalamadrasah harus
mampu mengelola sumber daya pendidikan di
sekolah, mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana,
kurikulum, hingga setiap peluang kerjasama dari luar madtrasah. Pengelolaan yang baik terhadap semua unsur di
atas akan melahirkan kepemimpinan yang efektif, sehingga visi dan misi madrasah
akan tercapai sesuai harapan; demikian juga keluaran pendidikan akan berhasil
dalam kehidupan.
Kepemimpinan kepala
sekolah akan efektif jika di sekolah setiap pekerjaan dikerjakan secara tim.
Setiap orang mendapatkan tugas sesuai dengan kompetensinya. Efektivitas kerja tim lahir karena
dorongan dan motivasi seorang pemimpin di satu sisi, dan karena setiap anggota tim
bekerja bukan karena paksaan melainkan ketulusan pada sisi yang lain.
Ketulusan bekerja seseorang dipengaruhi oleh perhatian seorang pemimpin terhadap
kebutuhan hidupnya, baik materil maupun
non-materil.
Kata Kunci : Kepemimpinan,Manajerial,Kepala Madrasah
A. PENDAHULUAN
Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 ten-tang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan
bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Kelima kompetensi tersebut harus melekat dalam
pribadi kepala sekolah, agar ia bisa menjadi pemimpin yang efektif.
Dalam kerangka Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), kepala madrasah bertanggung jawab atas pelaksanaan: 1)
manajemen sekolah; 2) pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
(PAIKEM); dan 3) peningkatan peran serta masyarakat dalam mendukung program sekolah.
Karena itu, kepala sekolah selayaknya
memiliki kemampuan manajerial yang memadai.
Selain sebagai pemimpin,
kepala madrasah juga merupakan manajer, yang dituntut memiliki kemampuan manajerial terkait dengan
terwujudnya sekolah efektif. Karena itu,
kedudukan kepala sekolah tidak bisa dipegang oleh sembarang orang. Kepala sekolah
harus memenuhi kompetensi minimal seperti telah disebutkan sebelumnya.
Selanjutnya perumusan
maslah dalam tulisan ini adalah bagaimana model kepemimpinan Madrasah yang
efektif
B.
KAJIAN
TEORI DAN PEMBAHASAN
1.
Hakikat Pemimpin
Pemimpin adalah seseorang
yang memopunyai kemampuan untuk memengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan
memengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus
dilaksanakannya. Menurut Stoner, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia
bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif (Fattah,
2004: 88). Stoner benar tentang kepemimpinan efektif, namun itu berlaku ketika
seorang pemimpin memiliki karakter kuat, tegas, dan berjiwa pembelajar.
Sebaliknya, kekuasaan yang besar di tangan pemimpin yang lemah karakter, pengetahuan
dan keterampilan, hanya akan membawa lembaga pendidikan pada ujung kebangkrutan
dan tumpukan masalah yang tidak terselesaikan dengan baik,
bahkan menimbulkan konflik internal
Plunkett dan Attner (1983: 316) berpendapat,
“kepemimpinan adalah proses memengaruhi individu atau kelompok untuk menyusun
tujuan atau mencapai tujuan”. Perbedaan manajer dengan pemimpin
terletak pada kemampuan memengaruhi bawahan/ orang lain dalam mencapai tujuan
organisasi. Pemimpin sering ditemukan di organisasi non-formal dan orang-orang
non-manajerial (Plunkett dan Attner, 1983: 317). Edginton dan William
(1985: 170) memiliki pen dapat yang sama, bahwa kepemimpinan adalah proses
memengaruhi perilaku kelompok. Gaya kepemimpinan manajerial akan memiliki
pengaruh besar pada efektifitas organisasi. Juga, kemampuan manajer untuk
berkomunikasi dengan yang lain sangat esensial bagi produktifitas manajemen
organisasi.
Jika dikaitkan dengan
kepemimpinan pendidikan, maka yang dimaksud dengan kepemimpinan
pendidikan adalah proses memengaruhi dan membimbing seorang pemimpin kepada
pendidik dan tenaga kependidikan untuk melaksanakan tugas-tugas
kependidikan dan penelitian dengan menggunakan fasilitas pendidikan yang
ada, baik secara individu maupun kelompok, agar tujuan pendidikan
tercapai secara efektif dan efisien. Menurut Anwar (2003: 70), “kepemimpinan pendidikan
berarti usaha untuk memimpin, memengaruhi dan memberikan bimbingan
kepada para personel pendidikan sebagai bawahan agar berbagai tujuan pendidikan
dapat tercapai melalui serangkaian kegiatan yang telah direncanakan”.
Ada tiga faktor
kepemimpinan yang ditulis Edginton dan William (1985: 171), yaitu:
kepemimpinan, pekerja, dan situasi. Setiap faktor memengaruhi hasil dan saling terkait satu
sama lain. Pertama, ada pemimpin yang menyusun tujuan yang jelas dan memimpin
kerja kelompok untuk mencapai tujuan. Kedua, ada pekerja yang melakukan
pekerjaan dan memerhatikan rencana-rencana untuk meraih hasil yang
diharapkan. Ketiga, ada situasi, kondisi lingkungan yang harus dipertimbangkan untuk
mencapai tujuan.
Dari uraian di atas jelas
bahwa pemimpin tidak bisa bekerja sendirian. Tercapainya tujuan organisasi
terletak pada kemampuan pemimpin mengatur pekerja, peralatan, dan pekerjaan, agar
berjalan sesuai tujuan yang telah ditetapkan
bersama. Kemampuan manajerial inilah yang dibutuhkan demi terwujudnya madrasah dan pemimpin yang efektif.
2. Fungsi dan Peran Pemimpin
Kepala madrasah harus
mampu mendelegasikan tugas-tugas pada orangorang yang tepat,
menentukan tenggat waktu dan tempat yang tepat bagi suatu program madrasah. Selanjutnya,
kepala sekolah harus mampu mendorong setiap guru dan tenaga
kependidikan untuk melaksanakan tugas-tugasnya sesuai standar yang berlaku.
Karena itu, kepala madrasah harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik
(interpersonal) dengan bawahan, sehingga tidak terjadi salah paham dalam
komunikasi.
Menurut Komariah dan
Triatna (2006: 74), keahlian manajerial dengan kepemimpinan merupakan
dua peran yang berbeda. Seorang manajer yang baik adalah seseorang yang
mampu menangani kompleksitas organisasi, dia adalah ahli perencanaan strategik
dan operasional yang jujur, mampu mengorganisasikan aktivitas organisasi
secara terkoordinasi, dan mampu mengevaluasi secara reliable dan valid.
Sedangkan seorang pemimpin yang efektif mampu membangun motivasi staf,
menentukan arah, menangani perubahan secara benar, dan menjadi katalisator
yang mampu mewarnai sikap dan perilaku staf.
Menurut Daryanto (2006:
82-3), fungsi kepala madrasah sebagai pemimpin sekolah berarti kepala madrasah
dalam kegiatan memimpinnya berjalan melalui tahap-tahap kegiatan
sebagai berikut: pertama, perencanaan (planning). Perencanaan pada dasarnya
menjawab pertanyaan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya,
dimana dilakukannya, oleh siapa dan kapan dilakukan. Kegiatan-kegiatan
sekolah harus direncanakan oleh kepala madrasah, hasilnya berupa rencana
tahunan sekolah yang akan berlaku pada tahun ajaran berikutnya. Rencana
tahunan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam program tahunan madrasah yang
biasanya dibagi ke dalam dua program semester.
Kedua, pengorganisasian (organizing).
Kepala madrasah sebagai pemimpin bertugas untuk menjadikan kegiatan-kegiatan madrasah
berjalan dengan lancer, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai. Kepala madrasah
perlu mengadakan pembagian
kerja yang jelas bagi guru-guru (dan staf) yang menjadi anak buahnya. Dengan pembagian kerja yang baik,
pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab yang tepat serta mengingat prinsip-prinsip pengorganisasian kiranya kegiatan madrasah akan berjalan lancar dan
tujuan dapat tercapai.
Ketiga, pengarahan (directing).
Pengarahan adalah kegiatan membimbing anak buah dengan jalan memberi perintah (komando),
memberi petunjuk, mendorong semangat kerja, menegakkan disiplin, dan
memberikan berbagai usaha lainnya agar mereka dalam melakukan pekerjaan mengikuti
arah yang ditetapkan dalam petunjuk, peraturan atau pedoman yang telah
ditetapkan.
Keempat, pengkoordinasian (coordinating).
Pengkoordinasian adalah kegiatan menghubungkan orang-orang dan tugas-tugas
sehingga terjalin kesatuan atau keselarasan keputusan, kebijaksanaan,
tindakan, langkah, sikap serta tercegah dari timbulnya pertentangan, kekacauan,
kekembaran (duplikasi), dan kekosongan tindakan.
Kelima, pengawasan (controlling).
Pengawasan adalah tindakan atau kegiatan usaha agar pelaksanaan pekerjaan serta hasil
kerja sesuai dengan rencana, perintah, petunjuk atau ketentuan-ketentuan
lainnya yang telah ditetapkan.
Dalam satuan pendidikan, kepala madrasah menduduki dua
jabatan penting untuk bisa menjamin kelangsungan proses pendidikan
sebagaimana telah digariskan oleh peranturan perundang-undangan. Pertama,
kepala madrasah adalah pengelola pendidikan di madrasah secara keseluruhan.
Kedua, kepala madrasah adalah pemimpin formal
pendidikan di sekolahnya (Anwar, 2003: 75).
Sebagai pemimpin formal, kepala madrasah bertanggung
jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan
para bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini kepala madrasah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi
kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun
penciptaan iklim madrah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar
mengajar secara efektif dan efisien.
3.
Dorongan dan Umpan Balik
Kepala madrasah bisa menjadi pendorong bagi guru-guru
baru agar mereka mendapatkan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman
mengajar yang sangat bermanfaat bagi kemampuan dan keterampilannya mengajar di
kelas, serta pergaulannya dengan sesama guru, staf, dan siswa. Menurut
Spark
Kepala medrasah memiliki posisi strategis dalam
terwujudnya setiap program-program pengembangan di sekolah, karena
kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi di sekolah. Ada tidaknya suatu program,
atau bentuk program seperti apa yang dipilih mencerminkan visi seorang
pemimpin. Menurut Sallis (1993: 86), “Pemimpin harus memiliki
visi dan mampu menerjemahkan visi ke dalam kebijakan yang
jelas dan tujuan yang spesifik”.
Peran pemberdayaan guru bisa berwujud pelatihan yang
terkait dengan pengembangan kompetensi guru. “Aspek
penting dari peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi
mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan
pembelajaran para pelajar,” tulis Sallis (1993:
89).
Seorang pemimpin madrasah harus memahami, pertama,
kebutuhan guru. Dibutuhkan seorang pemimpin yang memahami kebutuhan dasar
seorang guru. Dua dari delapan kebutuhan manusia menurut Henderson
(1960: 75) adalah:
a.
Manusia membutuhkan Kesempatan untuk mengembangkan bakatbakat atau
kemampuan-kemampuan dan pemberian-pemberian khusus yang ia miliki.
b.
Manusia butuh untuk berkembang dan menikmati minat
intelektual dan aesthetic. Semakin mendalam dan luas minat tersebut, maka semakin
berguna hidupnya.
Kemajuan madrasah terkait dengan pelayanannya terhadap guru, sebagai pelanggan
internal. Peters dan Waterman (Sallis, 1993: 39) mengakui
bahwa, “Pertumbuhan dan perkembangan sebuah institusi bersumber dari kesesuaian layanan
institusi dengan kebutuhan pelanggan”.
Menurut Mulyasa (2005: 103), “Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi
kesempatan kepada para tenaga kependidikan dalam berbagai
kegiatan yang menunjang program sekolah”. Gibson, et al. (2006: 313) menyatakan, “Seorang pemimpin adalah orang yang
mampu menjadi agen perubahan—bisa
memengaruhi sikap dan penampilan pengikutnya. Pemimpin efektif mampu memenuhi tujuan
individu, kelompok, dan organisasi”.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan sekolah adalah
pemberian insentif, baik yang bersifat materil maupun non materil. Insentif
yang tepat akan mendorong kualitas kinerja dan pengembangan kompetensi
guru meningkat. Karena guru merasa nyaman dan keberadaan serta
kreativitasnya mendapat penghargaan dari sekolah. Di samping itu, insentif yang
dilakukan secara transfaran akan menimbulkan kebanggaan bagi yang menerima.
Pentingnya menciptakan suasana kerja dan sekolah yang menyenangkan. Salah satu
tugas dan tanggung jawab kepala sekolah adalah berkenaan dengan
penciptaan suasana yang menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan moral kerja
guru-guru maupun staf lainnya. Bentuk operasional dari pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab ini misalnya:
a. Berusaha memahami
karakteristik setiap guru dan staf lainnya berupa perasaannya,
keinginan, pola berpikir, dan sikap;
b. Menciptakan kondisi kerja
yang menyenangkan, baik kondisi fisik maupun sosialnya sehingga mereka betah di sekolah;
c. Memupuk rasa kerja sama
yang baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, maupun dengan staf
lainnya, sehingga tercipta suatu kelompok kerja yang produktif dan kohesif;
d. Memupuk rasa ikut
memiliki, rasa adanya peranan yang cukup penting, dan rasa sebagai
orang yang berhasil pada setiap diri guru maupun staf lainnya.
(Bafadal, 2003b: 89-90)
Mengapa banyak kepala sekolah gagal dalam
kepemimpinannya? Salah satunya adalah karena mereka sedikit meluangkan waktu
untuk mengenal dan berinteraksi dengan pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah, sehingga mereka tidak mengetahui kondisi dan kebutuhan
bawahannya. Kepekaan rasa kepala sekolah terhadap individu-individu yang dipimpinnya
sangat rendah. Mereka menutup mata dan telinga terhadap situasi kritis
yang terjadi di arus
Situasi kepercayaan sangat penting dalam pelatihan oleh
rekan kerja untuk merubah penampilan. Karena rekan-rekan guru akan melihat
bagaimana ideide itu diterapkan dalam pengajaran, dan mereka biasanya sangat
peduli pada proses pembelajaran yang biasa mereka lakukan.
Mutu pelayanan pelanggan—guru merupakan pelanggan internal, meminjam istilah Sallis—adalah yang utama yang perlu diperjuangkan,
disamping modal dan bangunan yang megah—seperti ditujukan oleh kecenderungan sekolahsekolah tertentu.
Jika tidak, maka guru-guru yang bertahan di sekolah hanyalah guru-guru yang memiliki
standar rata-rata, bukan guru-guru yang bermutu. Menurut Bell dan Bell (2003: xi), “Pelanggan sekarang
berbeda. Pilihan mereka lebih luas, syarat mereka lebih keras, dan standar mereka
lebih banyak syaratnya”.
Bahwa guru bisa setiap saat memutuskan untuk
meninggalkan sekolah, jika perlakuan sekolah tidak memuaskan mereka, sebab di
luar masih banyak pilihan sekolah yang bermutu. Guru yang bermutu,
kompeten, dan profesional sepertinya akan cenderung bersikap seperti itu, karena
mereka percaya pada kemampuannya.
Kepala madrasah harus menjadi contoh dalam kebaikan,
mutu, dan disiplin. Hanya dengan menjadi teladan ia akan meraih kepercayaan
dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Kouzes dan Posner
(Hesselbein, 1996: 107) bertanya pada para staf tentang bagaimana mereka
mengetahui bahwa seorang pemimpin dapat dipercaya. Semua sepakat bahwa,
seorang pemimpin dapat dipercaya jika,
“Mereka melakukan apa yang mereka katakan akan mereka lakukan".
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13
Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah telah
ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi, yaitu: Kepribadian, Manajerial,
Kewirausahaan, Supervisi, dan Sosial. Sebagai manajer, kepala sekolah harus bisa
mendorong para guru untuk senantiasa meningkatkan mutunya secara berkelanjutan
seraya memfasilitasi setiap kebutuhan guru untuk pengembangan mutunya
tersebut.
4.
Kompetensi Manajerial
Kompetensi
manajerial (Permendiknas No. 13 tahun 2007) tentang kepala sekolah/madrasah meliputi: 1) Menyusun perencanaan
sekolah/madrasah untuk berbagai
tingkatan perencanaan; 2) Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan; 3)
Memimpin sekolah/madrasah dalam
rangka pendayagunaan sumberdaya sekolah/madrasah secara optimal; 4) Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif; 5) Menciptakan budaya
iklim sekolah/madrasah yang kondusif
dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik; 6) Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia
secara optimal; 7) Mengelola sarana
dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; 8) Mengelola hubungan
sekolah/madrasah dan masyarakat dalam
rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah; 9) Mengelola peserta didik
dalam rangka penerimaan peserta didik
baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik; 10) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional; 11) Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,
transparan, dan efisien; 12) Mengelola
ketatahusahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah; 13) Mengelola unit
layanan khusus sekolah/madrasah dalam
mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah; 14) Mengelola sistem informasi
sekolah/madrasah dalam endukung
penyusunan program dan pengambilan keputusan; 15) Memanfaatkan kemajuan
tekhnologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah; dan 16) Melakukan
monitoring, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
C. PEMBAHASAN
1.
Konsep Dasar Kepemimpinan Efektif di Sekolah
Mengingat tugas kepemimpinan yang kompleks,pengertian kepemimpinan tidak dapat
dibatasi secara pasti, termasuk pengertian kepemimpinan efektif di
sekolah. Namun, sejumlah rujukan menjelaskan bahwa kepemimpinan efektif di
sekolah dapat berkait dengan kepemimpinan kepala sekolah di sekolah yang
efektif. Atas dasar pandangan ini, maka kepemimpinan efektif di sekolah dapat
dimengerti sebagai bentuk kepemimpinan yang menekankan kepada
pencapaian prestasi akademik dan non akademik sekolah. Dengan demikian, pemimpin
pendidikan efektif selalu berkonsentrasi untuk menggerakkan faktor-faktor
potensial bagi ketercapaian tujuan sekolah (Depdiknas, 2007: 8).
Sebagai
pemimpin pendidikan pula, kepala sekolah efektif mampu menunjukkan kemampuannya mengembangkan potensi-potensi sekolah, guru, dan siswa untuk mencapai prestasi maksimal
(Depdiknas, 2007: 8). Seorang kepala
sekolah efektif sebagai pemimpin pendidikan selayaknya harus mampu meningkatkan prestasi sekolah dengan menunjukkan
kemampuannya dalam mengelola sekolah,
guru, dan siswa sebagai komponen utama untuk mencapai tujuan sekolah. Pengelolan yang terkait dengan
komponen sekolah dapat meliputi: a)
kurikulum praktis dan mantap; b) tujuan yang menantang dan balikan yang efektif; c) partisipasi orang tua dan
masyarakat; d) lingkungan yang tertib dan
nyaman; dan e) kolegialitas dan profesionalisme.
Sementara, pengelolan yang terkait dengan komponen guru
dapat mencakup: a) strategi instruksional; b) manajemen kelas; dan c) desain kurikulum. Adapun
pengelolaan yang terakit dengan siswa mencakup: a) lingkungan rumah; b)
kecerdasan belajar; dan c) motivasi. Ketiga komponen tersebut bersifat
interrelatif, oleh karenanya harus dikelola secara sinergis dengan mendasarkan
kepada prinsip-prinsip koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi.
Seorang pemimpin sekolah harus memahami kebutuhan guru.
Dibutuhkan seorang pemimpin yang memahami kebutuhan dasar
seorang guru. Dua dari delapan kebutuhan manusia menurut Henderson (1960: 75)
adalah: 1) Manusia membutuhkan Kesempatan untuk mengembangkan bakat-bakat atau
kemampuan-kemampuan dan pemberian-pemberian khusus yang ia
miliki dan 2) Manusia butuh untuk berkembang dan menikmati minat intelektual
dan aesthetic. Semakin mendalam dan luas minat tersebut, maka semakin berguna
hidupnya.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat ditegaskan bahwa
kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan kepala sekolah yang fokus
kepada pengembangan instruksional, organisasional, staf, layanan murid, serta
hubungan dan komunikasi dengan masyarakat.
2.
Ciri-ciri Kepala Sekolah Efektif
Kepala sekolah efektif harus mengetahui: a) mengapa pendidikan yang baik diperlukan di
sekolah; b) apa yang diperlukan untuk meningkatkan mutu sekolah; dan c) bagaimana
mengelola sekolah untuk mencapai prestasi terbaik. Kemampuan untuk menguasai
jawaban atas ketiga pertanyaan ini akan dapat dijadikan standar
kelayakan apakah seseorang dapat menjadi kepala sekola efektif atau tidak
(Depdiknas, 2007: 10).
Secara umum, ciri dan perilaku kepala sekolah efektif
dapat dilihat dari tiga hal
pokok, yaitu: a) kemampuannya berpegang kepada citra atau visi lembaga dalam menjalankan tugas; b) menjadikan
visi sekolah sebagai pedoman dalam
mengelola dan memimpin sekolah; dan c) memfokuskan aktifitasnya kepada pembelajaran dan kinerja guru di kelas.
Pemimpin harus memiliki visi dan mampu
menerjemahkan visi ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik, (Sallis, 1993: 86).
Adapun secara lebih detil, deskripsi tentang kualitas
dan perilaku kepala sekolah efektif dapat diambil dari pengalaman riset di
sekolah-sekolah unggul dan sukses di negara maju. Atas dasar hasil riset
tersebut, dapat dijelaskan ciriciri sebagai berikut: 1) Kepala sekolah efektif memiliki
visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya, dan ia mendorong semua staf untuk
mewujudkan visi tersebut; 2) Kepala sekolah efektif memiliki harapan
tinggi terhadap prestasi siswa dan kinerja staf; 3) Kepala sekolah efektif tekun
mengamati para guru di kelas dan memberikan umpan balik yang positif dan
konstruktif dalam rangka memecahkan masalah dan memperbaiki pembelajaran; 4)
Kepala sekolah efektif mendorong pemanfaatan waktu secara efisien dan merancang
langkah-langkah untuk meminimalisasi kekacauan; 5) Kepala sekolah efektif
mampu memanfaatkan sumber-sumber material dan personil secara
kreatif; dan 6) Kepala sekolah efektif memantau prestasi siswa secara
individual dan kolektif dan memanfaatkan informasi untuk mengarahkan perencanaan
instruksional.
Di sisi lain, kepala sekolah yang tidak efektif biasanya:
1) Membatasi komunikasi dan pergaulan atau kurang membangun relasi; 2) Tidak
berbagi informasi kepada sebanyak-banyaknya guru dan staf; 3)
Tidak membangun komunikasi yang baik dengan bawahan; 4) Membiarkan guru
mengajar di kelas, tanpa pernah melakukan monitoring dan evaluasi
belajar-mengajar; 5) Tidak berusaha mengembangkan kurikulum dan pembelajaran; dan 6)
Tidak pernah memberikan pelatihan profesional pada guru dan staf.
3.
Standar Kepemimpinan Efektif
Walau pengertian kepemimpinan efektif sulit
didefinisikan secara tegas, secara umum dapat dirumuskan standar kepemimpinan
kepala sekolah secara efektif. Pada dasarnya kepemimpinan efektif dapat dilihat
dari tujuh perilaku kepala sekolah untuk: a) menerapkan kepemimpinan sekolah
efektif; b) melaksanakan kepemimpinan instruksional; c) memelihara
iklim belajar yang berpusat pada siswa; d) mengembangkan profesionalitas
dan mengelola SDM; e) melibatkan orang tua dan menjalin kemitraan dengan
masyarakat; f) mengelola sekolah secara efektif dan melaksanakan program
harian; dan g) melaksanakan hubungan interpersonal secara efektif
(Depdiknas, 2007: 20).
Kepemimpinan di sekolah dapat mencakup serangkaian
kegiatan kepala sekolah dalam memimpin institusi sekolah dengan cara
membangun teamwork yang kuat, mengelola tugas dan orang secara
bertanggungjawab, dan melibatkan sejumlah pihak terkait dalam pelaksanaan visi
sekolah.
Untuk membangun tim, kepala sekolah dapat melakukannya
dengan: 1) Mendorong dan merespon masukan dari anggota tim; 2)
Bekerjasama dengan staf dan murid memantapkan dan membangun tim di sekolah;
3) Membantu tim menyusun tujuan; dan 4) Memfokuskan tim kepada pencapaian
tujuan yang spesifik dan terukur (Depdiknas, 2007: 21).
Kecuali empat hal tersebut, agar memiliki tim yang
efektif, kepala sekolah harus: 1) Memilih orang yang tepat untuk pekerjaan
tertentu; 2) Memberikan perintah atau arahan yang jelas dan terukur (tidak
ambigu); 3) Memberikan reward yang pantas bagi pekerjaan tertentu; 4) Melakukan
monitoring setiap pekerjaan; dan 5) Melakukan komunikasi yang baik dengan
bawahan.
Koordinasi dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama
dengan instansi terkait, melibatkan guru, staf, orang tua, dan masyarakat
secara tepat dalam pengambilan keputusan. Adapun implementasi visi sekolah
dapat dilakukan dengan cara mengembangkan visi sekolah bersama
stakeholders, mengarahkan pelaksanaan program sesuai dengan visi sekolah,
dan mengkomunikasikan dan menunjukkan visi dalam rangka peningkatan mutu sekolah.
Mewujudkan visi dan misi sekolah bukan hal mudah. Karena
itu, visi dan misi harus disosialisasikan kepada guru dan staf. Dalam
sosialisasi itu dijelaskan bagaimana strategi dan peran masing-masing pihak untuk
pencapaiannya. Kepala madrasah jangan lupa melakukan monitoring dan
evaluasi secara berkala efektivitas pencapaian visi dan misi tersebut.
Kepemimpinan instruksional ditunjukkan kepala sekolah
dalam berusaha mendorong kesuksesan semua murid dengan menciptakan program
instruksional yang mendorong perbaikan proses belajar dan mengajar.
Tiga hal penting yang menjadi perhatiannya berupa asesmen, kurikulum, dan
pembelajaran. Dalam asesmen,
kepala madrsah: 1) mengarahkan evaluasi belajar siswa dengan menggunakan beragam teknik dan sumber informasi;
2) menganalisis data siswa, staf,
dan masyarakat untuk pengambilan keputusan; 3) memanfaatkan data sekolah dan siswa untuk membuat program
layanan murid dan kurikulum; dan 4)
memantau kemajuan belajar siswa, didukung dengan laporan sistematis tiap bulan.
Kepala madrasah juga harus mampu menyediakan fasilitas
pendidikan yang memadai, seperti perpustakaan, laboratorium bahasa,
laboratorium IPA, dan internet. Di perpustakaan harus tersedia buku-buku
mutakhir, koran/surat kabar, majalah, dan jurnal secara berlangganan. Koran,
majalah, dan jurnal harus memiliki keragaman tema sesuai dengan bidang-bidang
mata pelajaran yang ada di madrasah.
4. Kerja Tim
Keberhasilan seorang pemimpin mengelola dan mencapai
tujuan lembaga bukan karena ia memiliki kemampuan dalam menangani
beragam masalah, akan tetapi karena ia memahami bagaimana cara menyatukan
dan memanfaatkan individu-individu hebat di sekitarnya. Ia mampu
menggerakkan orang-orang di sekitarnya untuk bekerja penuh dedikasi mewujudkan
tujuan lembaga dan ia sendiri bekerja.
Pemimpin yang efektif memahami bahwa dirinya bukan
pribadi yang serba bisa dan sangat kuat untuk melakukan banyak hal
dalam satu waktu atau rentang waktu tertentu. Ia akan lebih memilih
memercayakan setiap pekerjaan kepada orang-orang yang tepat di sekitarnya. Ia memiliki
jiwa berbagi bersama dan tidak khawatir akan kehilangan pengaruh dan nama
baik. Pemimpin sejati adalah pribadi yang tidak selamanya harus menjadi orang
nomor satu dalam setiap kesempatan atau pekerjaan.
Mengapa kerja tim sangat penting bagi kepemimpinan
efektif? Karena kepala sekolah tidak akan bisa memecahkan masalah dengan
baik sendirian, tukar ide dan pikiran serta pengalaman sangat penting
dalam menjalankan tugas kepemimpinan, baik dengan guru, tenaga kependidikan, atau
pun dengan pimpinan lainnya. Presiden Lyndon Johnson (Maxwell, 2001: 4)
mengatakan, “Tidak ada masalah yang tidak
dapat kita pecahkan secara bersama-sama, namun sangat sedikit yang dapat
kita pecahkan sendiri”.
Pembelajaran
tim adalah proses pencerahan dan pengembangan kapasitas tim untuk menghasilkan
hasil yang benarbenar diinginkan
anggotanya. Ia dibangun dengan kedisiplinan membangun visi dan kemampuan individu.
Pembelajaran tim adalah kedisiplinan kolektif. Pembelajaran tim juga
termasuk belajar bagaimana menghadapi kelompok yang mementingkan dialog dan
diskusi produktif dalam tim kerja. Akhirnya, disiplin pembelajaran tim membutuhkan praktik,” demikian menurut Senge (1990:
237).
Meski demikian praktik dan kultur sekolah tidak semuanya
menunjukkan pro dialog dan kerja sama tim. Sebaliknya, kultur
individualistik sangat kental, di mana kepala sekolah bekerja secara individu dan
menghadapi masalahmasalahnya sendiri pula. Tentu banyak alasan mengapa hal
ini terjadi. Kultur sebagian sekolah sangat individualistik,
hampir pada setiap interaksi dari hari ke hari. Tanpa aksi kolektif,
sekolah sulit menghadapi problem yang tidak dapat dipecahkan
oleh aksi individual. Reorientasi kultur sekolah melalui pemecahan masalah secara kolektif
dan studi lanjut dalam pengajaran dan kurikulum sangat penting.
Keahlian para guru dan kepala sekolah tidak akan berarti
bagi pembelajaran dan pengembangan kompetensi siswa tanpa kerjasama
yang baik, sebab peran mereka masing-masing secara utuh dan saling
melengkapi dibutuhkan siswa. Bill Russel—pemain
Basket Boston Celtics—menyatakan bahwa, “Penampilan tim kami
tergantung pada keahlian individu dan kerjasama kami yang baik,”
(Senge, 1990: 235). Siswa membutuhkan keselarasan pola pikir (mind set) dan tindakan—meski tidak harus sama—dari setiap guru dan kepala sekolah dalam hal upaya pencerdasan
dan pendewasaan siswa, baik di dalam kelas, di lingkungan sekolah, maupun
di luar kelas.
D.
Simpulan
Kemampuan manajerial kepala sekolah sangat berperan dalam
efektifitas sekolah atau lembaga pendidikan. Kepala sekolah harus
mampu mengelola sumber daya pendidikan di sekolah, mulai dari tenaga
pendidik dan kependidikan, sarana-prasarana, kurikulum, hingga setiap peluang
kerjasama dari luar sekolah. Pengelolaan yang baik terhadap semua unsur di
atas akan melahirkan kepemimpinan yang efektif, sehingga visi dan misi sekolah
akan tercapai sesuai harapan; demikian juga keluaran pendidikan akan berhasil
dalam kehidupan.
Kepemimpinan kepala sekolah akan efektif jika di sekolah
setiap pekerjaan dikerjakan secara tim. Setiap orang mendapatkan tugas sesuai
dengan kompetensinya. Efektivitas kerja tim lahir karena
dorongan dan motivasi seorang pemimpin di satu sisi, dan karena setiap anggota tim
bekerja bukan karena paksaan melainkan ketulusan pada sisi yang lain.
Ketulusan bekerja seseorang dipengaruhi oleh perhatian seorang pemimpin terhadap
kebutuhan hidupnya, baik materil maupun non-materil.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.I., Administrasi
Pendidikan dan Manajenem Biaya Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2003.
Bacal, R., Performance
Management, Terj. Surya Darma dan Yanuar Irawan, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2002.
Bafadal, I. (2003). Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
Bell, C.R., dan Bell, B.R. (2003). Magnetic Service;
Secrets for Creating Passionately Devoted Customers. San Francisco:
Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Daryanto, M., Administrasi
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Depdiknas, Kepemimpinan
Pendidikan Persekolahan yang Efektif, Jakarta: Dirjen PMPTK, 2007.
Fattah, N., Landasan
Manajemen Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, 2004.
Komariah, A., dan Triatna,
C., Visionary Leadership; menuju Sekolah Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Mulyasa, E. (2005). Menjadi
Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Rosda. Cet. Kelima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar